Apakah Anda ingin menggunakan Halaman Cepat Hemat Data?

Tekan tombol hijau untuk pindah ke halaman cepat hemat data

Rupiah Melemah, Kurs Euro Kembali di Level 16.000/US$

Rupiah Melemah, Kurs Euro Kembali di Level 16.000/US$

Sabtu, 13 Jun 2020
Nilai tukar euro menguat hingga menyentuh level Rp 16.000/EUR melawan rupiah yang sedang lesu pada Jumat (12/06/2020). Mata uang 19 negara ini sempat melesat 1,6% ke Rp 16.010,73/EUR, sebelum terpangkas dan berada di Rp 15.891,96/EUR atau menguat 0,86%, di pasar spot, melansir data Refinitiv. Euro pada pekan lalu turun ke bawah Rp 16.000/EUR untuk pertama kalinya sejak 9 Maret. Namun hanya sepekan berselang, euro kembali menyentuh level tersebut.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat lonjakan kasus pandemi covid-19 di AS serta outlook pemulihan ekonomi yang kurang bagus. Hal ini terlihat dari bursa AS (Wall Street) yang ambrol pada Kamis. Indeks Dow Jones jatuh nyaris hingga 7%, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing lebih dari 5%.

Terjadi lonjakan kasus covid-19 di AS menjadi 20.2486 kasus per hari dari sebelumnya 17.376. Total jumlah kasus covid-19 di AS mencapai 2 juta orang dengan 116.000 korban jiwa.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memberikan outlook perekonomian kurang cerah juga memperburuk sentimen pelaku pasar. The Fed mempertahankan suku bunga acuan 0-0,25%, dan tidak akan dinaikkan dalam hingga 2022. Tahun ini, ekonomi AS diprediksi terkontraksi 6,5% dengan tingkat pengangguran sebesar 9,3%.

Kemungkinan perekonomian AS tidak akan mengalami pemulihan yang cepat. Karena suku bunga yang berada di rekor terendah dan tidak akan dinaikkan dalam beberapa tahun.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal sebagai sumber devisa. Penyebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni current account, belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Ketika terjadi capital outflow besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat. Hal ini disebabkan pasokan valas hanya dari hot money yang mudah masuk-keluar.

Derasnya aliran modal ke dalam negeri menjadi penopang menguatnya rupiah pekan lalu. Tidak heran, lelang obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Selasa (2/06/2020) menerima penawaran Rp 105,27 triliun. Ada 7 seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi oversubscription 5,2 kali.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif. Di pasar sekunder terlihat peningkatan daya tarik SBN. Berdasarkan data DJPPR, selama pekan lalu, ada inflow sebesar 9,61 triliun. Inflow tersebut terbilang besar, melebihi inflow sepanjang Mei Rp 7,07 triliun.

Kemudian, di pasar saham juga terjadi inflow yang cukup besar. Berdasarkan data RTI, sepanjang minggu lalu investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 3,45 triliun di all market. Sementara itu dalam tiga hari pertama di pasar obligasi terjadi outflow sebesar 2,34 triliun, sedangkan di pasar saham dalam sepekan terjadi aksi jual Rp 858,66 miliar di all market. Dampaknya, rupiah menjadi lesu dan euro berhasil mencicipi lagi level Rp 16.000/US$.

Artikel Terkait

Euro Menguat ditengah Naiknya Kasus Covid-19 Jerman

Nilai tukar euro menguat melawan rupiah dan dolar AS pada pe...

Harga Emas Kembali Rebound Ditengah Ragam Sentimen

Harga emas kembali rebound setelah sempat melemah dua hari s...

Stimulus Fiskal Alot, USD Tertahan di Level Terendah

Tren USD berada di dekat titik terendah diperkirakan masih a...

Setelah Menguji Level Tertinggi Bulanan, Aussie Kembali Tertekan

Aussie gagal menembus area resisten penting di 0.7340 untuk ...

Dolar Kembali Menguat di Tengah Tingginya Kasus Covid-19 di AS

Pada Kamis (25/06/2020) Dolar kembali naik karena ketegangan...

Send Message