Nilai tukar euro tumbang melawan dolar AS, namun masih menguat kala berhadangan dengan rupiah pada perdagangan Senin (03/08/2020).
Pelemahan euro telah terjadi sejak Jumat pekan lalu, dengan alasan aksi ambil untung (profit taking). Di sisi lain, dolar AS juga tidak dalam kondisi bagus, sehingga euro diprediksi akan tetap menguat dengan brutal.
Jumat pekan lalu, euro melesat naik melawan dolar ke US$1.1908, level tertinggi dalam 2 tahun terakhir, tepatnya sejak Mei 2018. Level tersebut dicapai setelah data menunjukkan zona euro resmi mengalami resesi.
Namun setelah mencapat level tersebut, euro berbalik turun akibat profit taking. Memaklumi posisi tertinggi euro, sepanjang bulan Juli yang menguat lebih dari 6%. Para pelaku pasar akhirnya tergiur untuk mencairkan cuan, sehingga kurs euro melemah.
Zona euro pada pekan lalu sah mengalami resesi, dengan PDB blok 19 negara tersebut terkontraksi (tumbuh minus) 12.1% quarter-to-quarter (QtQ) di kuartal II-2020, pencatatan terdalam sejak 1995. Di kuartal I-2020 lalu, PDB zona euro minus 3.6% QtQ.
Sementara itu, jika dilihat secara tahunan, year-to-year (YoY) PDB di Q2 2020 minus 15%, dan Q1 2020 terkontraksi 3.1 persen, resmi resesi.
Raksasa ekonomi Eropa juga berguguran, Jerman, Prancis, Spanyol, Italia masing-masing melaporkan data PDB negaranya. Resesi yang terjadi di Eropa sebenarnya telah diantisipasi sejak negara Eropa menerapkan kebijakan lockdown untuk meredam Covid-19. Sementara itu, pemicu penguatan euro belakangan adalah stimulus dari Pemerintah Eropa dan bank Sentral (European Central Bank/EBC), serta kasus Covid-19 yang berhasil diredam. Pemulihan yang lebih cepat dari virus, mengakibatkan kurs euro berjaya.
Selain itu, Amerika Serikat akan menyelenggarakan Pemilu Presiden pada November nanti, sehingga banyak ketidakpastian yang menyelimutinya. Mike Dolar, editor market dan keuangan Reuters News memprediksi euro akan menguat secara ‘brutal’ melawan USD.
Ketika euro menguat melawan USD, rupiah tentu berisiko tertekan. Sebagai pembacaan awal, euro mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 30 Maret lalu, dengan Rp. 18.163/EUR. Sehingga ada risiko euro melejit lebih tinggi. Terlebih tren kasus Covid-19 di Indonesia masih menanjak serta ancaman resesi Q3 2020 nanti.
Sumber: www.cnbcindonesia.com